Friday, July 19, 2013

(10) Jentayu Mengejar Waktu


Bersyukur, hingga pagi ini masih bernafas dalam puasa. Ini sudah hari ke sebelas, namun catatan ini adalah tulisan tafakkur saya yang kesepuluh. Satu hari saya lewatkan, dan tiba-tiba pedal ini terasa sangat berat, apalagi setelah menyadari, saya telah tertinggal. Seharusnya, hari ini bacaan Tadarus saya dan istri sudah sampai di juz 22, namun kami bahkan belum menyelesaikan bacaan juz 19 dan 20... Sambil menulis ini, saya  juga sambil meratapi lepasnya sang-Jentayu...

Ya, saya bisa bilang waktu itu tak sopan, karena tak pernah sungkan melintas begitu saja. Membuat jengkel, karena tanpa salah ia terus saja melaju dengan kecepatan yang konstan. Namun, saya insafi bahwa memang waktu tak menyalahi etika apa-apa, ia tak berjalan melampaui batas kecepatan, hanya saja jenteranya berjalan terus dalam ritme yang tetap dan persistent. Itu yang membuat kita selalu kalah...

Persistensi perjalanan waktu ini memberi pelajaran berharga tentang penjagaan atas komitmen. Bahwa perjalanan waktu ini telah memberikan justifikasi kebenaran atas nasehat para bijak yang mengatakan bahwa persistensi, konsistensi atau keistiqomahan itu mampu mengungguli kehebatan seribu keramat"... Sebab memang benar, sebuah gerak yang terus menerus dilakukan walau sedikit,  pasti mampu mengalahkan segala yang melejit namun sesekali...Seperti tahun-tahun sebelumnya, saya telah berniat menulis satu catatan Ramadhan setiap hari, minimal hingga hari ke lima belas...    

Malam kemarin saya memang kehabisan daya untuk menulis, karena seharian sibuk mengantar istri berobat kemudian mengunjungi sanak famili hingga larut malam. Di kota ini, udara  malam sangat lembab dan basah. Suhu dinginnya mencapai 19 derajat. Saya, semalaman berperang melawan alergi.  Senjata saya hanya perisai yang sangat lembut dan tebal; Selimut. Saya pernah berkelakar mengomentari status seorang teman yang mungkin mengesankan bahwa "berselimut" itu sangat paradox dengan kata "berkarya". Saya bilang waktu itu "..Bahkan tidur berselimut itu sebenarnya adalah amal kebaikan, karena pada saat kita menggunakannya, kita juga sedang menghargai karya orang lain; karya pembuat selimut; pembuat bantal dan kasur" ^_^... Sialnya, dia menganugerahi saya panggilan "ustadz" hanya gara-gara nasehat saya yang dinilainya sangat menguntungkan itu...    

Ya seperti di masa-masa puasa ini, tidur pun akan dinilai sebagai ibadah, jika sekiranya bangun justru akan terjadi banyak kemungkaran yang akan dilakukan. Tidur juga tentu beribadah, jika pelaksanaannya adalah usaha untuk mengembalikan kebugaran dan memulihkan kesehatan.

Tulisan kali ini sangatlah ringan, seringan lembaran-lembaran tisu yang saya gunakan menyumbat hidung saya yang sedang meler, seringan waktu yang tak pernah mengggubris sambil melambaikan tangan nya, seringan hawa dingin yang menyusup lewat celah-celah kecil di kamar saya, lalu menerbangkan sayup-sayup suara istri saya dari kamar sebelah..."Mas,...gak tidur saja kah?"....        

No comments: