Wednesday, February 15, 2012

(14) Panen Ramadhan: Ustadz atau Selebritis?


Tadi sore saya mengisi sebuah acara, semacam ceramah sebelum berbuka. Biasanya, jadwal-jadwal begitu saya anggap sebagai temu akrab saja dengan teman, sahabat dan kenalan-kenalan baru, karena saya lebih suka 'ngobrol' dibanding menceramahi orang lain. Faktanya, saya memang bukan 'da'i', bukan juga 'penceramah'. Beberapa orang memang biasa memanggil saya Ustadz. Namun, kuping saya sedikit geli akhir-akhir ini setiap kali saya dipanggil ustadz. Karena saya tidak mempunyai YEL-YEL khusus seperti kebanyakan para ustadz di TV itu...hehehe

Ya, maaf... sebutan 'ustadz' bagi saya menjadi sedikit mengganggu, karena saya menjadi kwalahan dengan ekspektasi atau harapan-harapan masyarakat, bahwa seorang 'ustadz' tak lagi boleh 'boring' (membosankan). Mulai dari penampilan hingga isi bicaranya harus asyik! layaknya selebriti, para ustadz berganti-ganti baju koko, sekalian jadi model para perancang busana; sekalian menjadi bintang iklan beberapa produk; sekalian jadi pelawak; sekalian jadi pemain latar sinetron; sekalian menyanyi; berbagi-bagi hadiah dengan kuis-kuis dan seterusnya. Tak begitu penting isinya, toh setiap tahun yang dibicarakan ya begitu-begitu saja, ayatnya juga itu-itu juga. Yang penting, si ustadz enak dipandang, atau si ustadz pandai melucu. Adalah nilai plus jika suaranya pun merdu. lebih plus plus lagi jika sang ustadz pintar sembuhkan orang-orang sakit. duh duh duh....semua keahlian dan kelebihan itu saya tak punya. Makanya, ini bukan tulisan untuk mengkritik mereka...karena kalau saya mengkritik...saya khawatir ada yang bilang 'sirik tanda tak mampu' hehehe

Kemarin malam, sebuah stasiun TV menggelar konser musik plus 'pengajian'. Menariknya, si ustadz dikontrak untuk memberikan 'sentuhan agama' atas setiap lagu yang dinyanyikan para penyanyi yang tampil. Setiap kali penyanyi selesai dengan satu judul, ustadz nya maju memberikan ceramah dengan dalil-dalil Quran Hadis. Topik ceramahnya, disesuaikan dengan judul lagu...heheheh. 'Ajib' kata saya, karena seakan agama menjadi 'tafsir' atas muatan-muatan makna dalam lirik-lirik lagu para penyanyi. Tak semuanya lagu religi lho, tapi ditangannya, lagu 'cinta-cinta' an pun menjadi menjadi ada ayatnya! Hebat! 

Oke, anda boleh komen macam-macam. boleh suka, boleh juga tidak. Namun ada gelisah juga yang harus kita urus tentang 'RAMADHAN' ini? Sebuah konsep bulan suci yang kemudian kita komodifikasi sedemikian rupa; kita komersilkan sedemikian rupa. Entah kita berperan sebagai penjual atau pembelinya. Anugerah Tuhan memang maha luas tentang bulan ini, bukan hanya pahala yang sifatnya abstrak dan transcendent (gaib), di negara-negara berpenduduk Muslim, pundi-pundi keuntungan materi pun juga dibentang-Nya dengan luas. Nampaknya, sebagian besar dari kita juga menikmati keuntungan yang instan itu ya? Saya dapat 'tunjangan hari raya', misalnya!, atau tetangga-tetangga saya yang mengais peruntungan dengan menggelar 'bazar kaget' setiap menjelang senja; berdagang kolak dan aneka kue pembuka puasa...  Ya, bertingkat-tingkat, namun seorang ustadz kenamaan di negeri ini setiap bulan Ramadhan bisa 'panen' besar, honornya bisa dibelikan mobil mewah atau membeli rumah...itu honor pokoknya, belum bonus-bonus dari wardrobe, promosi busana-busana hingga iklan-iklan kecil itu....asoy betul! toh itu halal-halal aja...

Namun kegelisahan yang saya maksud adalah tentang nilai yang sedikit lebih dalam dibanding gebyar-gebyar materi itu. Bahwa mudah sekali media menciptakan sosok 'USTADZ' atau 'USTADZAH' di negeri ini, seperti saat media ciptakan seorang BINTANG! Ujung-ujungnya masyarakat seakan 'dipaksa' mengkonsumsi produk nya... Sebuah pertanyaan kecil, KITA KEBAGIAN APA? Setiap waktu Sahur kita hanya dilenakan dengan lawakan-lawakan dan kuis-kuis itu, kita kemudian menjadi malas berdiri untuk tunaikan tiga rakaat sholat, atau sekedar duduk berdzikir walau dengan terkantuk-kantuk?... Sahabat, hampir setiap hari saya menyesali kesia-siaan, bahwa saya TIDAK BIJAK memilih tontonan-tontonan itu, sehingga kesakralan Ramadhan serasa kering. 

Agak heran, karena justru lembaga-lembaga keagamaan seperti MUI misalnya, lebih tergoda untuk turut campur dalam penghalal-haraman BBM bersubsidi, dibanding memberikan komentar yang lebih mendidik, terkait bagimana media tak seharusnya mengeksploitasi habis-habisan bulan ini dengan tontonan-tontonan yang rubbish (sampah)... Maaf, jika kata 'sampah' itu buruk...karena sebenarnya kuis-kuis dan lawakan yang membagi-bagi uang jutaan rupiah itu memang buruk ditayangkan pada saat-saat sahur; waktu paling sakral pada bulan ini yang seharusnya lebih kita isi dengan hal-hal yang berguna.    

Saya tidak ingin mengatakan bahwa semua tontonan yang ada di TV saat Ramadhan itu 'sampah'... Kita sebenarnya bisa memilih para ustadz yang benar-benar memberikan kita ilmu dan wawasan yang lebih., yang bisa kita rasakan manfaatnya. Ada beberapa! Benar bahwa ada saatnya kita perlu menikmati lawakan, ada pula saat kita memerlukan siraman-siraman rohani yang benar-benar mengena. Kita perlu memilih lawakan yang benar-benar membikin kita terpingkal-pingkal...sebagaimana kita juga perlu memilih para da'i dan orang-orang alim yang benar-benar mampu menyentuh jiwa kita. Kita PERLU menempatkan segala hal pada tempatnya.

(Madyan: Tafakkur Ramadhan)

No comments: