Thursday, February 9, 2012

(6) Puasa: Antara Setan dan saya


Benar atau tidak sih ada mahluk bernama SETAN? Jika saya bilang "tidak ada" berarti saya mengkufuri sekian banyak ajaran agama yang bercerita tentang kosmologi (cerita kehidupan) dan sejarah keterciptaan manusia. Jika secara dangkal saya imani keberadaannya begitu saja, paling-paling gambaran saya tentang setan adalah sosok buruk rupa yang selalu menganggu dengan menyuruh-nyuruh saya bermaksiat, agenda terbesarnya adalah untuk memastikan, bahwa saya telah membeli satu kursi di Neraka untuk menemaninya.

Sedikit rentan, karena esensi dari cerita-cerita tentang SETAN itu sebenarnya lebih serius dibanding guyonan-guyonan horor. SETAN dalam narasi agama itu sangat berperan besar dalam permainan iman dan kekufuran. Tidak berlebihan jika saya sebut bahwa secara struktural, setan telah masuk dalam susunan panitia terpenting dalam penentuan sorga atau neraka. Sialnya, membayangkan SETAN sebagai mahluk-mahluk itu sering menggelincirkan. Saking abstrak nya, banyak kemudian yang menjadi rancu membedakan SETAN dengan sosok "hantu-hantu" yang ramai ditertawakan di bioskop-bioskop negeri ini. mulai dari "suster ngesot", "setan kesurupan" hingga para kuntilanak yang "kepergok pocong"...

Ah, SETAN. Ditakuti, ditertawakan, dihina, dipinggir-pinggirkan dan dikucilkan, karena SETAN dalam gambaran kita tak pernah ada baik nya. Buruk semua; mulai dari gambaran fisik hingga perilakunya. Hampir semua kejahatan manusia ini, setan juga lah yang dituding sebagai biang kerok dan kambing hitam. Ya SETAN itulah pihak ketiga yang paling bersalah...Ironisnya, sudah tahu pelakunya adalah SETAN, namun toh kita tak pernah mampu menghentikannya. Maksiat terus jalan, kejahatan tetap merajalela. Persis seperti panggung hukum dan politik di negeri ini. Mereka sudah tahu pelaku kejahatannya, tapi mereka juga tidak mampu membasminya. Mengapa? karena sebenarnya pelakunya itu adalah mereka sendiri...

Manusia sangat lemah, karena tidak ada satupun manusia yang 'kebal' dari godaan dan tipu muslihat Setan. Bahkan para nabi sekalipun; cerita ADAM contohnya.Tapi, manusia tak pernah mau dipersalahkan bukan? karena lebih mudah mengatakan bahwa perbuatan-perbuatan kita yang buruk dan jahat itu adalah hasil dari godaan SETAN, dibanding jika kita harus dengan kerendahan hati mengakui bahwa sebenarnya SETAN itu adalah bagian dari diri kita.

Satu doktrin yang sangat familiar dan sering diulang-ulang tentang Ramadhan adalah bahwa pada bulan ini setan-setan dibelenggu (...wa Shufidat as Syayathin), sehingga konon mereka tak mampu lagi menggoda manusia. Yang saya heran; kok terasa gak ada beda ya antara Setan sudah dibelenggu dan belum? antara bulan Ramadhan dan bulan-bulan lainnya? Jawaban apologetik dari para ulama mengatakan bahwa maksiat dan kejahatan di bulan ramadhan itu masih ada, karena NAFSU manusia itu masih ada.

Loh, saya jadi semakin heran; ternyata Nafsu dan Setan itu SAMA! karena bentuk maksiat dan godaan nya sama. Perasaan saya, bisikan-bisikan jahat yang ada dalam diri saya juga terasa sama. Lalu apa bedanya antara digoda nafsu saja dengan digoda oleh konspirasi nafsu bersama setan, saat mereka bersyarikat? Pada titik ini Saya betul-betul ragu jika yang disebut SETAN itu adalah pihak lain diluar diri saya sendiri. Terasa lebih adil bagi saya membayangkan setan itu sebagai bagian-bagian 'gelap' diri saya sendiri, nafsu saya sendiri.

Anda mungkin tidak mau ambil pusing tentang siapa SETAN itu sebenarnya. Memang lebih mudah membayangkan sosoknya berada di luar sana 'sedang dikerangkeng atau dibelenggu' tetapi saya memilih untuk memahami pembelengguan setan di bulan Ramadhan itu sebagai himbauan untuk membelenggu diri dan nafsu saya sendiri. Ya ketika saya bercermin, saya tak pernah melihat ada setan, yang saya lihat adalah diri saya sendiri. Ketika saya berbuat jahat, saya juga tidak pernah merasakan adanya mahluk itu. Yang jelas terasa dan terlihat oleh saya adalah diri saya sendiri. Mungkin SETAN memang bukan pihak ketiga bagi saya, SETAN adalah sisi-sisi jahat diri dalam diri saya sendiri. 


Kembali ke menu "Tafakkur Ramadhan"     

No comments: